Saturday, December 16, 2006

Ketidakjelasan Stok Beras Dimanfaatkan Spekulan
JAKARTA-JBN : Pemerintah dinilai selalu terlambat mengantisipasi naiknya harga beras. Kebijakan Departemen Pertanian mengenai produksi beras juga dinilai tidak jelas. Ketidakjelasan produksi dan simpang siurnya jumlah stok beras nasional ini dimanfaatkan para pedagang dan spekulan untuk menahan cadangan beras agar harganya naik.
Hal itu dikemukakan Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Benny Pasaribu dan anggota Komisi IV DPR Cheppy T Wartono, sebagaimana dikutip dari Pembaruan, di Jakarta, Sabtu (16/12).
Benny mengatakan, kenaikan harga beras bukan hal yang luar biasa, karena terjadi setiap tahun, terutama menjelang hari besar keagamaan maupun Tahun Baru. Naiknya harga beras tidak ada kaitan dengan musim tanam padi yang memang sudah biasa mundur 1-2 bulan karena iklim memang kerap bergeser.
Dia menyarankan, Perum Bulog tidak ikut-ikutan menunggu sampai harga beras naik dan baru operasi pasar (OP). Bulog harus mengantisipasi, antara lain dengan mengumumkan bahwa stok beras cukup, dan bukan sebaliknya selalu menyatakan stok berkurang, sehingga harus mengimpor.
Menurut Benny, OP beras adalah hal yang biasa dan perlu dilakukan jika harga terlalu tinggi. Dan untuk masyarakat miskin sudah ada program raskin, sehingga bila harga beras naik seharusnya mereka tidak terpengaruh. Karena itu, pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan yang mendukung program raskin.
Benny juga mempertanyakan impor beras 210.000 ton yang sudah masuk ke gudang-gudang Bulog. Stok di pemerintah dinilai cukup aman, artinya Bulog harus menahan laju kenaikan harga beras, dan jangan terlalu cepat menyatakan kekurangan dan harus mengimpor. Kondisi ini akan dimanfaatkan para spekulan.


Ada Permainan
S
ementara itu, Cheppy T Wartono, anggota Komisi IV DPR menduga, naiknya harga beras dan lambatnya antisipasi pemerintah adalah proses untuk melegitimasi impor beras. Menurut dia, naiknya harga bukan karena stok berkurang tapi ada permainan agar stok di Bulog dinyatakan hampir habis, kemudian kran impor dibuka lagi.
Senada dengan Benny, Cheppy juga mempertanyakan stok Bulog yang sekitar 800.000 ton, yakni sisa impor awal tahun 2006 sebanyak 80.000 ton, stok nasional 532.000 ton, dan impor beras akhir tahun 2006 sebanyak 210.000 ton.
Kenaikan harga beras saat ini, ungkapnya, tidak mengenal teori ekonomi supply and demand, karena ketika dicek di Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta, ternyata masuk dan keluarnya beras masih seperti keadaan normal, yakni masuk 4.000 ton dan keluar 3.000 ton.
Naik 12 Persen
Sementara kondisi di daerah-daerah masih diwarnai seputar rencana OP dan kenaikan yang tidak terkendali. Misalnya di Kota Jambi, menjelang Natal dan Tahun Baru, harga kebutuhan pokok terus naik. Bahkan kenaikan itu hingga mencapai 12 persen.
Pantauan Pembaruan di pasar tradisonal Angso Duo Kota Jambi dan di sejumlah pasar swalayan, Kamis (14/12), harga kebutuhan pokok yang naik terutama beras, gula, minyak goreng dan telur ayam ras. Harga beras kualitas baik cap Anggur di Kota Jambi mencapai Rp 6.100 per Kg atau naik Rp 300 per kg (4,92 persen) dari harga sebelumnya Rp 5.800 per kg.
Kemudian harga beras cap ikan Belido naik dari Rp 4.600 per kg menjadi Rp 5.100 per kg Harga beras cap Pandan Wangi naik dari Rp 6.100 per kg menjadi Rp 6.300 per kg, dan beras cap King naik dari Rp 4.600 per kg menjadi Rp 5.200 per kg. Harga gula pasir naik dari Rp 5.700 per kg menjadi Rp 6.200 per kg. Kenaikan paling tinggi terjadi pada komoditas minyak goreng curah yaitu mencapai Rp 6.300 per kg.
Sama halnya dengan Pemprov Bengkulu, yang sampai kini belum juga menggelar OP. Bahkan rencana OP hari Jumat (15/12) tertunda lantaran belum ada izin dari Menteri Perdagangan.
Di Kabupaten Situbondo Jawa Timur, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pariwisata (Disperdagpar) setempat sempat inspeksi mendadak ke beberapa pusat gudang dan penggilingan beras di sejumlah kecamatan. Dalam kegiatan itu mereka menemukan beras-beras oplosan.
"Beras-beras berkualitas rendah seperti beras orang miskin (raskin) yang harganya Rp 3.000 per kg, kalau dioplos dengan beras Mentik atau Bengawan yang harganya Rp 4.000 per kg. Di masa paceklik ini laris dijual dengan harga Rp 4.500 per kg. Ini penipuan, karena beras-beras oplosan itu terkesan seperti berkualitas tinggi karena diberi pengharum seperti wangi daun pandan," ujar Mansyur, Kabid Perdagangan Disperdagpar Pemkab Situbondo, Sabtu (16/12) pagi.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DKI Jakarta, Ade Suharsono memperkirakan harga akan kembali normal dalam tiga hari ke depan. OP yang dilakukan serentak di 15 pasar tradisional di Jakarta sejak Kamis (14/12), mulai memengaruhi harga beras. Harga beberapa jenis beras di Jakarta turun dalam kisaran Rp 50 sampai Rp 100 per kg. Diharapkan, harga akan turun lagi dengan kisaran Rp 200 hingga Rp 500 per kg.
Menurut pedagang beras di Pasar Induk Kramatjati, Rahman, beras IR-64 kualitas III turun dari Rp 4.800 menjadi Rp 4.650 per kg. Beras IR-64 kualitas II juga turun dari Rp 4.900 menjadi Rp 4.800 per kg. Penurunan harga karena banyak pembeli yang memang menunggu OP.
Sedangkan pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, Roesdi Syah, mengatakan pasokan beras memang berkurang selama Desember ini. (Suara Pembaruan/NG)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home