Wednesday, November 15, 2006

KETIKA KONSERVASI HARUS '"DIKORBANKAN' UNTUK BUSH

-Bogor, - Semula para "konservasionis" di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB) di bawah otoritas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) masih nyaman bekerja sesuai mandat yang diperolehnya, yakni meneliti dan mengembangkan sumberdaya hayati (SDA), baik yang ada di Indonesia maupun dari negara lain, demi kepentingan menyelamatkan lingkungan. Namun, kenyamanan itu mulai terusik tatkala ada kabar bahwa salah satu bagian dari KRB akan dibangun sebuah landasan helikopter (helipad) demi "tugas negara". Makna "tugas negara" itu, tidak lain adalah kedatangan Presiden Amerike Serikat (AS) George W Bush untuk bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 Nopember 2006 di Istana Kepresidenan di Bogor.
Lokasi PKT KRB dan Istana Kepresidenan bisa dikatakan "menyatu" karena hanya dipisahkan oleh danau kecil, sehingga bagi wisatawan dan pengujung KRB, bisa langsung melihat akses kedua tempat yang dikenal dunia itu. Ikhwal mengapa KRB yang kemudian dipilih menjadi lokasi "helipad", padahal kawasan itu selama ini dikenal untuk mandat-mandat konservasi tumbuhan bagi ilmu pengetahuan dan pelestarian lingkungan, ketika awal-awal wacana itu muncul, sulit untuk mendapatkan tanggapan "moderat" sekalipun.Meski di bawah otoritas LIPI, dimana tugas-tugas keilmuan sarat di dalamnya dan meniscayakan para penelitinya punya "kemerdekaan berpendapat", namun untuk soal "helipad" dimaksud, kesan kehati-hatian --untuk tidak mengatakan "takut"-- amat kental terasa. Walaupun ada yang memberikan penjelasan, namun tidak seperti biasa, memberikan garis bawah untuk tidak dikutip identitasnya. Sebagai "museum tumbuhan hidup" yang akan berusia 189 tahun pada 18 Mei 2006, PKT KRB menyimpan 20 persen kekayaan flora Indonesia. "Para penyusun buku `Botanic Garden` di dunia mengatakan kalau disuruh memilih enam kebun raya di dunia, yang jumlahnya lebih dari 500, maka salah satu (yang dipilih) adalah Kebun Raya Bogor, karena keistimewaan sejumlah koleksinya untuk waktu lama masih terjaga," kata Kepala PKT-KRB, Dr Ir Irawati. Menurut dia, saat ini jumlah specimen (contoh) tumbuhan di PKT-KRB sekitar 200 ribu lebih, sedangkan jenisnya kurang dari jumlah itu. Koleksi yang ada, kata dia, termasuk jenis tumbuhan di Indonesia yang sudah dalam kondisi kritis --dengan dugaan menuju punah--dan beberapa di antaranya banyak koleksi yang sudah tua umurnya."Itu sebetulnya koleksi yang sangat berharga karena tidak banyak negara lain yang mempunyai koleksi setua itu dan (tumbuh) besar di sini," katanya. Dikemukakannya bahwa orang asing, termasuk para ilmuwan dan peneliti botani senang melihat koleksi tumbuhan ke KRB karena untuk jenis yang berusia tua dan langka ternyata masih hidup."Tapi ini berbeda persepsinya dengan kalangan di dalam negeri sendiri yang lebih menginginkan di kebun raya banyak (koleksi) bunga-bungaan, padahal di sini bukan taman bunga melainkan koleksi botani," katanya. Ia mengatakan, bagi kalangan pegiat konservasi, termasuk peneliti, pohon yang besar itu menarik dari segi botani, demikian dengan bunga-bunga lebat seperti di taman bunga.
Kontroversi Permanen
Kerisauan para "konservasionis" itu, akhirnya menyulut "keberanian" untuk bersuara lebih keras, sehubungan dengan pernyataan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Kusmayanto Kadiman di Bogor, Jumat (10/11) saat didampingi oleh Kepala LIPI Umar Anggara Jenie melihat kesiapan dan standar pembangunan helipad tersebut.Menristek mengatakan bahwa "helipad" itu akan dibuat permanen sehingga jika ada tamu negara lagi tidak perlu membangun helipad baru. "Jadi kita ingin memberikan yang terbaik bagi tamu kita tersebut." kata Menristek. Padahal, sebelumnya kalangan KRB memaknai bahwa landasan helikopter tersebut hanya akan digunakan sementara karena keberadaannya oleh beberapa kalangan dianggap merusak keindahan salah satu sudut padang rumput di KRB serta merusak teratai yang tumbuh di kolam dekat lokasi landasan.Terlebih, dalam uji-coba pendaratan di "helipad" yang akan dipakai mendarat Presiden AS George W Bush di Taman Teratai PKT-KRB LIPI, Minggu (12/11) siang, meski berhasil dilakukan dan berjalan lancar. Namun, akibat hempasan angin dari baling-baling helikopter Super Puma seberat enam ton dari Pangkalan TNI-AU (Lanud) Atang Sendjaya (ATS) Bogor, tumbuhan Teratai yang ada di PKT-KRB itu terbalik dan hampir patah. Kasubag Jasa dan Informasi PKT-KRB, Ir Sugiarti contoh nyata dari terganggunya kawasan KRB --khususnya di sekitar "helipad-- dengan pengerasan di area landasan helikopter itu, saat turun hujan langsung terjadi penumpukan air karena fungsi drainase rerumputan yang biasa menyerap air tidak berfungsi."Okelah sekarang `nggak apa-apa (ada `helipad`) dengan risiko terganggu fungsi serapan air, tapi kita berharap setelah kunjungan selesai kembali `dinormalkan`," kata Sugiarti.Meski menghargai kunjungan Bush ke Indonesia sebagai bagian dari politik luar negeri dan hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, namun soal "helipad" di KRB menjadi keberaratan PDIP yang kini memosisikan diri sebagai kekuatan oposisi terhadap pemerintahan Presiden Yudhoyono dan Jusuf Kalla itu. "Tetapi kita sayangkan terjadinya gangguan terhadap konservasi lingkungan di Kebun Raya Bogor," kata Wakil Ketua Fraksi PDIP DPR, Sony Keraf.Kerusakan yang dimaksud adalah pembangunan landasan helikopter (helipad) di kebun raya tersebut, karena penggunaan helikopter juga akan menganggu ketenangan habitat berbagai satwa dan burung di sana."Kita sudah meminta agar pertemuan dilakukan di Istana Tapak Siring Bali, namun usul kami ditolak," katanya. Dari sisi konservasi alam, kunjungan ini juga potensial mengganggu tanaman langka karena kemungkinan akan terjadi penebangan atau pemangkasan pepohonan."Terhadap pembangunan `helipad itu`, kami memrotes dan sebaiknya pendaratan (helikopter) di kebun raya dibatalkan," kata Sony Keraf, mantan Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Abdurrahman Wahid itu.
Dikoreksi
Ditengah derasnya kritik atas rencana dipermanenkannya "helipad" itu, akhirnya Menristek Kusmayanto Kadiman kemudian mengoreksi pernyataan yang semula pernah dilontarkannya.Melalui pertemuan informal di dekat "helipad" antara Menristek dengan Kepala PKT-KRB Dr Ir Irawati dan Kasubag Jasa dan Informasi KRB, Ir Sugirtai, Senin (13/11) akhirnya otoritas PT-KRB LIPI bersuara dengan menegaskan bahwa "helipad" yang ada di Taman Teratai di dalam KRB tidak boleh permanen, karena akan mengganggu fungsi resapan air dan konservasi. "Kami sudah sampaikan kepada Menristek tentang hal itu, dan bahkan aspirasi yang sama juga telah disampaikan Kepala LIPI sendiri," kata Dr Ir Irawati..Dalam peninjauan awal ke "helipad", ketika ditanya tentang kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan "helipad" tersebut,Menristek mengatakan akan bertanggungjawab terhadap kerusakan tersebut. "Tentang hal itu sudah saya pikirkan dengan pimpinan yang lain, tapi saya yakin hal ini tidak akan menyebabkan kerusakan lingkungan," katanya. Namun, menurut Irawati, dalam pertemuan informal pada Senin pagi itu, setelah disampaikan keberatan PKT-KRB mengenai dipermanenkannya "helipad" tersebut, kemudian Menristek menjelaskan bahwa apa yang disampaikannya sebelumnya adalah dengan catatan "kalau pihak KRB menyetujui"."Sedangkan dari sisi kami di KRB yang mengemban fungsi konservasi, tentu saja tidak bisa menerima bila `helipad` itu dibuat permanen, karena memang ada amanah untuk tugas-tugas konservasi tersebut," katanya.Karena kunjungan tersebut adalah tugas kenegaraan, kata Irawati, pembangunan "helipad" itu dimaknai sebagai pengorbanan sementara dengan "mengalahkan" fungsi konservasi, namun hendaknya setelah kegiatan selesai, maka pemulihannya harus segera dikembalikan.
Sementara itu, Kasubag Jasa dan Informasi PKT-KRB, Ir Sugiarti menambahkan bahwa dalam perbincangan dengan Menristek, pihaknya menginginkan fungsi KRB "dikembalikan" lagi usai kunjungan Presiden Bush ke Bogor itu. "Kami sebagai orang kebun raya inginnya (fungsi konservasi) dikembalikan seperti keadaan semula, baik rerumputan yang dipakai `helipad` sebagai resapan air dan fungsi konservasinya," katanya. Pihaknya sangat berharap jangan sampai misi konservasi diabaikan. "Melalui Kepala LIPI (aspirasi agar `helipad` di KRB hanya sementara) juga sedang disampaikan," katanya.Menurut dia, dalam pertemuan dengan Kusmayanto Kadiman itu, pihaknya juga mendapat penjelasan bahwa apa yang disampaikan Menristek sebelumnya "bukan `statement final`". Tekanan atas kontroversi permanen-tidaknya "helipad" agaknya menjadi salah satu bukti bahwa kritikan dengan mengusung agenda yang didukung dengan pembuktian dan data penunjang punya tingkat "keberhasilan", dan koreksi atas akan dinormalkannya kembali "helipad" menjadi fungsi konservasi pasca kunjungan Bush adalah ejawantahnya.(Antara/Naga)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home