Saturday, August 19, 2006

PRESIDEN SBY TELAH LAKUKAN KEBOHONGAN PUBLIK, DATA KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DIRAGUKAN

Jakarta, --BOGORNEWS Link (BNL)-- Dalam Pidato Kenegaraan dihadapan anggota DPR RI, Kamis (16/08) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan angka kemiskinan turun dari 23,4 persen pada tahun 1999 menjadi 16 persen pada tahun 2005. Presiden SBY juga menyatakan angka pengangguran turun dari 11,2 persen pada November 2005 menjadi 10,4 persen pada Februari 2006.

Tentu saja Pidato Kenegaraan Presiden SBY ini mengundang kontroversi dan kritikan keras dari berbagai kalangan masyarakat. Pernyataan mengenai penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran ini dinilai telah menyesatkan, karena tidak sesuai kondisi riil. Kebijakan yang akan diambil pemerintah dikhawatirkan kurang tepat karena didasarkan pada data yang kurang akurat.

Kritikan dan kecaman keras ini disampaikan dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (18/08) oleh sejumlah ekonom dan pengamat yang tergabung dalam Tim Indonesia Bangkit, antara lain Drajat Wibowo, Imam Sugema, Hendri Saparini, Ichsanuddin Noorsy, dan Aviliani. Tim Indonesia Bangkit menilai pernyataan penurunan angka itu tidak menggambarkan kondisi riil saat ini, karena data didasarkan dari hasil Survei Sosial Ekonomi nasional (Susenas) Februari 2005 yang memotret kondisi sebelum pemerintah menaikkan harga Bahan bakar Minyak (BBM) pada Oktober 2005. Padahal Badan Pusat Statistik (BPS) telah memutakhirkan data kemiskinan melalui Susenas Juli 2005, dan Maret 2006. Akan tetapi data yang terbaru ini justru tidak dilaporkan. Tentu hal ini makin menimbulkan pertanyaan dan keraguan, demikian tegas Hendri Saparini.

Sementara itu, menurut Alvin Lie, anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) sebagaimana dikutip dari detik.com menyatakan penggunaan data lama oleh Presiden SBY dalam Pidato Kenegaraan di hadapan anggota DPR dinilai sebagai kebohongan terhadap DPR dan upaya penghianatan kepada negara. Alvin Lie juga menegaskan hal ini bisa disebut sebagai Contempt of Parliament, Dia juga menilai penggunaan data lama tersebut adalah upaya menyesatkan untuk mempengaruhi RAPBN 2007. Tentu hal ini merupakan penyesatan terhadap seluruh rakyat Indonesia. Ini perbuatan tercela, karenanya Presiden SBY dapat diberhentikan dari jabatannya. Saya sarankan lihat UUD 1945 Pasal 7 a yang mengatur pemberhentian presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya, demikian tegasnya. (TIM)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home