Monday, July 24, 2006

HARI ANAK NASIONAL


"Hari Anak Nasional diperingati di tengah masih tingginya jumlah anak-anak yang terpaksa bekerja".


Jakarta,--BOGORNEWS Link (BNL-23/07)--Data statistik menunjukkan masih tercatat sekitar 2,8 juta orang anak usia 10-17 tahun yang bekerja. Hampir separuh di antaranya adalah anak perempuan. Pekerjaannya tersebar di berbagai sektor. Banyaknya anak yang bekerja sebelum waktunya membuat posisi Indonesia menjadi negara yang memprihatinkan dunia internasional.

Berdasarkan laporan global organisasi buruh internasional ILO (Global Report) 2006 terungkap bahwa dalam Konferensi ILO di Genewa, Indonesia mendapat teguran. Dewan Komite ILO meminta Pemerintah Indonesia melakukan langkah nyata mengantisipasi perdagangan anak dan kerja paksa yang seringkali terdapat pada bidang perikanan (pekerja jermal).

Komite ILO berharap pemerintah Indonesia perlu melakukan pengetatan dalam bidang hukum termasuk pengawasan. Indonesia yang masuk menjadi anggota Interpol, seharusnya memudahkan untuk bekerja sama dalam memerangi perdagangan. Kesepakatan ekstradisi dengan beberapa negara, termasuk Australia, Hong Kong (China), Malaysia, Filipina dan Thailand, UU No.1 Tahun 1979 yang mengatakan bahwa seseorang yang terkait dengan kasus pidana di negara lain, bisa diusahakan pemulangannya melalui usaha ekstradisi, selama negara tersebut bisa mempunyai perjanjiajn ekstradisi dengan Indonesia.

Indonesia memang telah meratifikas Konvensi ILO No. 138 melalui UU No. 20 Tahun 1999 dan Konvensi ILO No.182 melalui UU No. 1 Tahun 2000. Selain itu juga Indonesia telah mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 12 Tahun 2001 tentang Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (KAN-PBPTA)

Menurut Menakertrans Erman Suparno, penurunan rating pekerja anak harus dilakukan bersama-sama dengan lintas departemen, seperti Departemen Sosial (Depso) ataupun Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). ”Kebanyakan para pekerja anak ini berada di pelosok desa. Untuk itulah dalam pesosialisasian target-target pengentasan pekerja anak harus dilakukan sampai ke pelosok Kota dan Kabupaten,” tukas Erman.

Namun keadaan tersebut tidak didukung oleh APBN. SM Manihuruk, Dirjen Pembinaan dan Pengawasan (Binwas) Depnakertrans, mengatakan anggaran APBN untuk perlindungan pekerja anak hanya sekitar satu milyar rupiah. ”Tapi itu belum termasuk bila kita bekerja sama dengan Depdiknas atau Depsos,” ujar Manuhuruk.

Menurut Erman, pengentasan pekerja anak ini harus dilakukan secara bertahap. Tahap pertama menurutnya adalah tahap pemetaan dan sosialisasi yang berlansung sejak tahun 2002 sampai 2007. Pada tahap kedua, yang berlangsung mulai tahun 2007-2012 menekankan pada replikasi model PBTA terutama ditekankan pada tersedianya kebijakan dan perangkat pelaksanaan PBTA.

Tahap ketiga dengan jenjang 20 tahun, periode tahin 2017-2022 lebih menekankan pada pengaplikasian PBTA. ”Sebetulnya kita sudah berhasil menjalannkan program itu, tetapi usaha itu perlu diteruskan,” ungkap Manihuruk. Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, sudah terlihat kemajuan seperti di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.

Pemda Kutai Kertanegara sudah mengeluarkan Perda untuk mendukung program itu. Targetnya tahun 2008, Kutai Kertanegara bebas daris pekerja anak. Di sana sudah ada program free zone of child labour. Menurut Manihuruk, program tersebut sudah dipresentasikan oleh Bupati Kutai Kertanegara di depan 178 negara saat Konferensi ILO bulan Juni lalu. “Kalau semua kota berhasil menjalankan program seperti Kutai Kertanegara, ya mungkin saja semuanya bisa menghilangkan pekerja anak,” ujarnya.

Jawa Timur, merupakan kota yang menempati urutan pertama mempunyai paling bnyak pekerja anak. Sedangkan urutan kedua dan ketiga, ditempati oleh Jawa Tengah dan Medan. Untuk ketiga kota tersebut, Depnakertrans menurut Manihuruk memberlakukan program-program terikat waktu. ”Kemajuan sudah terlihat dalam lima tahun pertama, untuk tahap kedua mungkin replikasi model dari ketiga daerah itu akan kita paaki untuk seluruh daerah lain, baik untuk program intervensi maupoun program menarik anak dari tempat kerja,” ujar Manihuruk.

Gut Thijs, Direktur International Programme on The Elimination of Child Labour (IPEC)-ILO, mengatakan penurunan jumlah pekerja anak sebesar 11 % dalam empat tahun terakhir. ”Berdasarkan penurunan angka ini maka ILO cukup bisa menargetkan deadline tahun 2016 bebas pekerja anak,” jelas Guy.

Rencana aksi global itu akan diwujudkan dalam tiga pilar, yaitu menguatkan komitmen nasional pengentasan pekerja anak di masing-masing negara. Sedangkan pilar kedua adalah mendukung gerakan kedua adalah dukungan pada masing-masing negara untuk mengurangi pekerja anak di tingkat nasional. Sedangkan yang ketiga adalah pengintegrasian komitmen nasional tiap negara tersebut dengan agenda kerja ILO. (Naga)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home